Jumat, 12 Oktober 2012




1. Pohon Kalpataru = Pohon Hayat = Pohon Kehidupan = Pohon Keluarga = Family Tree


pohon hayat = pohon kehidupan = pohon keluarga

  • - “Pohon Keluarga” adalah silsilah manusia dari masa lalu ke masa kini (hingga masa depan).
  • - Matarantai keturunan (hubungan pertalian keluarga) yang telah, masih, dan akan berlangsung.
  • Kalpataru, ialah pohon yang tumbuh di Sawargaloka. (*Sawaruga / Swaraga / Suwaruga / Suwarga / Surga, dll.)
  • Arti “kalpataru” :
–      Kala = Waktu
–      Pa = Ruang / Tempat
–      Taru = Tree / Pohon  
* Ruang & Waktu adalah hukum “kehidupan”.

2. Surga, berasal dari beberapa kemungkinan kata :
  • “Sawarga-loka” :
–      Sa = Kebersatuan
–      Warga = Keluarga
–      Loka = Tempat
  • “Suwaruga-loka” :
–      Su = Sejati
–      Waruga = Tubuh / Raga
  • “Suwarga-loka” :
–      Su = Sejati
–      Warga = Keluarga
  • “Swarga-loka” :
–      Swa = Diri Sendiri
–      Raga = Raga
  • Beberapa catatan menyebutkan tentang keadaan "surga" : 1). Tempat tidur yang sangat nyaman, tentram, damai & penuh cinta-kasih serta kenikmatan. 2).Tempat yang menyediakan segala sumber makanan & minuman... dll.
3. ADAMAH & HAWA, merupakan tahap pembentukan raga tubuh manusia.
  • Lemah = Tanah
  • Apah = Air
  • Adamah = Lumpur
  • Hawa = Udara
  • A-blas / A-blasa sekarang kita mengenalnya sebagai "I-blis", artinya adalah “tidak dapat kembali / yang tidak dapat balik lagi” - (Tidak mem-Balas) ”.
  • Adam & Hawa adalah :
    • Kisah Adam & Hawa dalam Pikukuh Sunda tidak ada kaitannya dengan persoalan manusia pertama yang ada di planet Bumi, melainkan proses pembentukan manusia di dalam kandungan ibu hingga dilahirkan ke Bumi.
    • ‘Lumpur’ (manusia) yang bertemu dengan udara (bernafas).
    • Dzat Keras (Sari-pati Bumi) bersatu dgn Dzat Halus (Sari-pati Langit).
4. Kalpataru di Sawargaloka / Surga
  • Pohon Hayat / Pohon Kehidupan itu maknanya adalah : “rahim tempat kandungan pada perempuan”
  • Proses pem-BUAH-an terjadi pada Pohon Kehidupan / Pohon Hayat / Kalapataru di dalam kandungan ibu.
  • Janin, dalam bahasa Arab diumpamakan sebagai Jan’nah (*Surga/Sawargaloka)
5. “Kita” sudah ada sebelum orang tua kita bertemu. (Indung lanjang - bapa bujang urang geus magelaran).

dari mani menuju manu

  • Keberadaan “sari pati hayati” sudah ada di alam sebelum raga (manu) hadir dalam kandungan ibu, bahkan sebelum menjadi sperma (mani) di bapa, sari pati hayati itu adalah :
  • –      Nabati & Hewani
  • –      Tanah, Air, Angin, Api,
  • –      Ruang & Waktu
6. Dari Mani Menuju Manu
  • Pada laki-laki, dari sari pati makanan & minuman, “mani” yang sempurna terbentuk dalam waktu 40 hari (matang).
  • Pada perempuan, mani berobah menjadi “manu” & terbentuk dalam waktu 7 / 9 bulan (matang).
  • Bapak pembentuk “mani” (sperma) & Ibu pembentuk “manu”, keduanya melakukan proses pemindahan; dari Maniloka menuju Sawargaloka hingga terbentuklah POHON KELUARGA (Pohon Hayat / Kalpataru) dan kelak pada waktunya hasil pembuahan yang sudah MATANG harus turun dari pohon kehidupan itu untuk memasuki NARALOKA.
  • Maka dari itu dalam Pikukuh Sunda dikatakan : “Bapa Tangkal Darajat, Indung Tunggul Rahayu”.
7. Dari Surga Turun ke Neraka
Seperti halnya istilah Sawargaloka yg menjadi "Surga", demikian pula dgn Neraka berasal dari kata Naraloka
  • Naraloka / Naraka artinya; “tempat yang disinari oleh matahari / terkena cahaya matahari”.
  • Contoh penerapan istilah “NAR” :
–      Sinar = Sumber Cahaya
–      Benar = Terang
–      Tenar = Cemerlang / Bersinar
  • Lunar = Bulan (satelit yang tersinari oleh matahari)
  • Di Jepang terdapat kuil NARA yang artinya Kuil Matahari.
  • Dalam bahasa Arab; Nar diartikan sebagai “Naraka / Neraka / Naraloka”
  • Manusia yang telah ‘turun’ (keluar) dari Sawargaloka (rahim ibu) akan tersinari oleh matahari dan terkena hukum kehidupan.
  • Naraka / Neraka adalah konsep ruang & waktu yang jadi pengikat kehidupan ragawi.
  • Naraka terbagi 7 lapis (waktu), dan wujud yang terdalam adalah “sengsara / nelangsa” yaitu suatu kondisi batin yang sangat luar-biasa.
8. Dari Naraloka Menuju Nirwana
  • Nir = Tanpa / Tidak
  • Wana = ...istilah untuk kehidupan yang bersifat (berwatak) duniawi.
  • Nirwana = tidak terkena oleh hukum kehidupan atau terbebas dari ikatan keduniawian.
  • Manusia harus kembali kepada Yang Maha Kuasa tanpa membawa “dzat maupun sifat” keduniawiannya (MOKTA / MOKSA).

reinkarnasi dalam pikukuh Sunda


9. KESIMPULAN
  • Manusia tidak boleh melupakan jati-dirinya yang tertera dalam KALPATARU (Pohon Hayat / Pohon Keluarga / Family Tree).
  • Surga & Neraka merupakan kata lain dari “kembali memasuki kehidupan duniawi” (REINKARNASI) atau tidak dapat memanunggal dengan Yang Maha Kuasa.
_/|\_ Tabe Pun
Rahayu Sagung Dumadi


Sampurasun
Kisah sejarah Nusantara yang kita terima pada saat sekarang hanyalah penggalan-penggalan cerita pendek yang seolah-olah antara satu wilayah pemerintahan dengan wilayah pemerintahan lainnya tidak terjadi satu kesatuan, padahal jelas-jelas semua wilayah di Indonesia mengakui sebagai kesatuan dari Nusantara. Logikanya, mustahil wilayah besar tersebut dikenal dunia dan disebut sebagai “Nusantara” apabila tidak terdapat satu tata pemerintahan. Mustahil Jawa, Sumatera, Sulawesi ataupun Kalimantan mau disebut sebagai bagian dari wilayah “Nusantara” jika tidak ada pemersatunya (memiliki pusat pemerintahan).

Antara abad XII-XIII, serangan tentara Kubilai-Khan (Mongol) yang memiliki pasukan perang sangat besar hingga ia menguasai hampir seluruh benua Asia (1/2 daratan dunia) adalah kelanjutan dari leluhurnya (Jenghis-Khan). Pada masa pemerintahan Raden Wijaya (Majapahit) pasukan Mongol menggempur wilayah Jawa Timur, namun selama ini hal tersebut seolah tidak mendapat perhatian khusus dari para pemerhati sejarah kerajaan Nusantara, padahal pasti dibalik itu terdapat “cerita” panjang yang cukup menggairahkan untuk digeledah dan telaah.

Pada mulanya seluruh Nusalarang / Medang Kamulan / Medang Mataram / Pulau Jawa merupakan daerah “Karamaan”, wilayah yang hanya ditempati oleh para Rama. Tugas Rama adalah ‘menjaga’ kabuyutan agung (tempat suci) serta pewaris amanat para leluhur. Nusalarang artinya “pulau suci” dan yang boleh memasukinya hanya orang-orang tertentu saja. Namun setelah negara dalam keadaan terdesak oleh gempuran Mongol maka Karatuan / Keraton (ibu kota) ‘Nusantara’ dipindahkan dari Indra Giri (Sri-Wijaya) di Sumatera ke pulau Jawa bagian Timur (Majapahit), artinya Karamaan dan Karatuan berada dalam satu pulau. Masing-masing wilayah dibatasi oleh sungai “Cipamali” yang sekarang disebut sungai “Serayu”, Jawa bagian Kulon (Barat) sebagai wilayah Rama dan Jawa Wetan (Timur) sebagai wilayah Ratu.

Serangan pasukan Mongol tidak berhenti sampai disitu, mereka terus mengejar hingga kemudian merebut wilayah Demak (pelabuhan terbesar se Asia-Tenggara) dan meruntuhkan ibu kota Nusantara (Majapahit) yang baru dibangun. Peristiwa tersebut  tentu berkaitan erat dengan Palagan Bubat dimana Sang Rama Ra-Hyang Lingga Buana tewas ketika akan mengukuhkan Ratu Nusantara yang baru (Hayam Wuruk). Kejadian runtuhnya Nusantara ini ditandai dengan direbutnya Citra-Resmi-Dyah-Pita-Loka, yang makna sesungguhnya adalah cap yang sah untuk mengukuhkan penguasa wilayah keratuan di Ibu Pertiwi atau simbol status penguasa negara.

Dalam hal ini tentu banyak orang yang mempertanyakan tentang rujukan (referensi) yang dapat dipercaya, jawabannya adalah “referensi itu ada pada diri bangsa Indonesia sendiri”. Sebab, kita sedang bercerita tentang negeri sendiri, tanah-air kita sendiri, rumah kita sendiri, leluhur kita sendiri, budaya sendiri dan diri sendiri. Boleh jadi persoalan referensi   inilah yang membuat bangsa Indonesia kehilangan rasa percaya diri (inferior) terhadap sejarah dan kebudayaannya sendiri.


Tabe Pun
_/|\_ Rahayu

sejarah rebab



Sampurasun

Dalam kebudayaan bunyi-bunyian (music) para leluhur bangsa Indonesia memperkenalkan kepada bangsa-bangsa di dunia mengenai "suara" yang setia mengabdi kepada pemberi cahaya kehidupan (Matahari/Sunda). Suara tersebut pada dasarnya dapat kita dengar dalam keseharian, namun yang lebih utama adalah setiap menjelang terbit matahari yang menandakan "kehidupan di planet Bumi dimulai".

Di dalam ruang berpikir Bangsa Matahari, AYAM JAGO menjadi perlambang / bagian yang tidak terpisahkan antara keduanya. Ayam Jago merupakan "abdi setia" terhadap terbitnya Matahari, dan sebaliknya Matahari begitu setia "menyinari kehidupan". Tentu saja hal ini merupakan keselarasan alam hasil daya cipta Yang Maha Kuasa.

Ayam Jago sebagai abdi-setia terhadap cahaya kehidupan tentu sudah selayaknya mendapat sebutan RA-BABU (Pengabdi Matahari), dan untuk hal tersebut para leluhur Bangsa Matahari mengabadikan "suara Ra-Babu" dalam bentuk alat bunyi (alat music) yang saat ini kita mengenalnya dengan istilah REBAB.

Dengan kecerdasan dan mutu keindahan (estetika) yang mumpuni, para leluhur menciptakan bentuk REBAB dari penyederhanaan sosok Ayam Jago beserta dengan watak suara "kokok-nya". Dengan demikian, BENTUK DAN SUARA REBAB ADALAH PERUMPAMAAN DARI PERWATAK AYAM JAGO... dan alat ini hanya LOGIS jika awal penciptaannya dilakukan oleh Bangsa Matahari.


Tabe Pun, ka sakbeh Ra-Babu
_/|\_
Mugia Rahayu Sagung Dumadi